Mau Investasi Reksadana?
Cocok untuk pemula yang ‘buta’ investasi (dan minim modal)
Beberapa tahun terakhir, kata
reksadana semakin akrab di telinga. Kita tahu bahwa orang membeli
reksadana untuk investasi. Tapi, pengetahuan kita, hanya sebatas itu.
Jika ditanya lebih detail mengenai apa itu reksadana, bagaimana cara
kerjanya, apa jenis-jenisnya...
Apa Itu Reksadana?
Pada dasarnya, reksadana adalah
bentuk investasi secara kolektif. Berhubung persyaratan investasi awal
di instrumen investasi sering berjumlah besar dan pemilihan instrumen
pun rumit, maka manajer investasi diberi kesempatan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) untuk mengumpulkan dana dari masyarakat.
Nantinya, dana yang terkumpul
akan dikelola secara profesional oleh manajer investasi (MI). Nah, MI
akan menginvestasikannya ke berbagai macam instrumen, deh, seperti
saham, deposito, surat utang (obligasi), dan lainnya,
Kelebihan Reksadana Dibanding Menabung Biasa?
Untuk tujuan keuangan di bawah dua tahun (misalnya ngumpulin dana buat beli smartphone),
menabung secara konvensional sudah cukup. Tapi untuk tujuan keuangan di
atas dua tahun (seperti menyiapkan dana pensiun), menabung secara
konvesional nggak akan mampu mengikuti inflasi.
Untuk inflasi inti saja sudah
5-6 persen per tahun, sementara riilnya menurut perhitungan saya adalah
12 persen. Jika pakai tabungan, bunganya paling tinggi 5,5-6 persen, itu
pun belum dipotong pajak. Setelah dipotong pajak, bunga tabungan yang
diterima paling cuma 4,8 persen. Bila inflasinya 12 persen, tentu nggak terkejar, dong?
Sementara reksadana, return-nya bisa 8 persen per tahun, bahkan ada yang di atas 25 persen, tergantung jenisnya
Apa Saja Jenis Reksadana?
Secara umum ada empat jenis reksadana. Berikut diurutkan sesuai risikonya, dari yang terendah hingga tertinggi, ya.
1. Reksadana Pasar Uang
Ini adalah reksadana jangka pendek dengan risiko yang relatif paling kecil, karena dana ditempatkan pada instrumen pasar uang yang minim gejolak perubahan harga. Tapi karena paling minim risiko, return-nya pun paling kecil dibanding reksadana lain, yaitu sekitar 8 persen per tahun.
2. Reksadana Pendapatan Tetap
Dana di reksadana ini akan
ditempatkan pada instrumen Surat Utang Negara atau surat utang yang
dikeluarkan korporasi (misalnya Kalbe Farma). Return per tahunnya 8-12 persen.
3. Reksadana Campuran
Reksadana ini menggunakan
instrumen campuran, antara saham dan surat utang. Paling pas, nih, buat
yang ingin mencoba investasi saham tapi suka dag dig dug melihat
pergerakan saham yang naik-turun. Return reksadana ini bisa 15-20 persen per tahun, tergantung keadaan pasar saham.
4. Reksadana Saham
Dibanding yang lain, jenis reksadana ini memiliki return paling tinggi, yaitu di atas 21 persen, bahkan kadang di atas 25 persen per tahun tergantung dari keadaan pasar saham.
Bagaimana Cara Memilih Reksadana?
memilih reksadana harus disesuaikan dengan tujuan keuangan kita. Untuk liburan? Untuk menikah? Untuk dana pensiun?
Tujuan keuangan harus sedetail
mungkin dan ada jangka waktu yang jelas untuk mencapainya. Misalnya,
nih, tahun 2015 kita ingin liburan ke Eropa. Artinya, kita punya
kesempatan tiga tahun untuk menabung.
Setelah tahu jangka waktunya, baru, deh, pilih jenis reksadananya.
- Jangka pendek (2-3 tahun) = reksadana pasar uang
- Jangka pendek (3 tahun) = reksadana pendapatan tetap
- Jangka menengah (4-5 tahun) = reksadana campuran
- Jangka panjang (> 5 tahun) = reksadana saham.
Risiko Reksadana?
Memercayakan uang kita pada
pihak lain, dalam hal ini MI, nggak dipungkiri terbersit sedikit
kekhawatiran bahwa uang kita akan amblas tanpa ada sedikitpun tanggung
jawab dari MI.
Kalau amblas, sih, nggak. MI ini
tugasnya adalah mengelola uang, tapi sebenarnya uangnya sendiri ada di
Bank Kustodian—bank yang bertugas melakukan fungsi administrasi dan
menjaga harta reksadana. Jadi nggak mungkin MI membawa kabur uang kita.
Risiko dari investasi reksadana lebih ke perolehan return. Nggak selamanya reksadana memberikan return yang sesuai harapan, karena return
tergantung pasar. Jika mengambil reksadana saham, misalnya, risikonya,
ya, tergantung pasar saham. Ketika pasar saham turun, ya semua turun.
Begitu pula sebaliknya. Perlu diingat bahwa semakin tinggi return-nya maka makin tinggi juga risikonya
Contohnya, di tahun 2008 kinerja
reksadana turun sekitar 50 persen, tahun 2009 naik sekitar 100 persen,
dan tahun 2010 naik sekitar 50 persen. Nah, pintar-pintar kita, deh,
mencari tahu kapan waktu terbaik untuk mencairkan reksadana, apakah mau
bertahap atau langsung sekaligus saat kinerjanya lagi naik
Mengapa Berinvestasi di Reksa Dana?
1. Penyertaan awal yang tidak terlalu besar
Investor retail dapat memulai investasi dengan dana awal Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah)
2. Divesifikasi portofolio investasiInvestor retail dapat memulai investasi dengan dana awal Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah)
Sudah dapat memiliki saham dan obligasi dalam 1 produk investasi.
3. Dikelola oleh ahlinya
Hanya manajer investasi yang mendapat ijin Bapeppam LK yang dapat mengelola reksadana. Ini berarti dana Anda dikelola oleh pihak yang profesional.
4. Transparan dan akuntabel
MI wajib melaporkan NAB harian setelah 1 hari transaksi kepada Kementerian Keuangan melalui Bapeppam LK. Laporan perkembangan NAB wajib dilaporkan sebelum jam 10 pagi ke-esokan harinya kepada Kementerian Keuangan dan diumumkan kepada publik melalui media.
5. Hasil Investasi yang menarik
Hasilnya lebih tinggi dari deposito dan IHSG, tergantung dari jenis reksadananya.
6. Likuid
Dapat dibeli dan dijual kembali setiap hari bursa
7. Sesuai untuk berbagai tujuan keuangan
Dapat digunakan untuk tujuan jangka pendek, menengah dan jangka panjang.
8. Keamanan dana nasabah
Produk reksa dana harus mendapat ijin dari Bapeppam-LK.
Dana investor di simpan pada bank Kustodian dan dikelola oleh manajer investasi
Tiap produk reksadana wajib memiliki alokasi dana likuid (deposito atau SBI) yang dicadangkan minimum 5% dan maksimal 20% untuk membayar kembali pemegang unit yang akan menjual kembali
Ilustrasinya :
Mau tahu berapa yang akan kita
dapat jika berinvestasi reksadana saham sebesar Rp 100 ribu per bulan
(Rp 1,2 juta per tahun) dengan return 25 persen? Berikut ilustrasinya, ya…
Ternyata, beda jangka waktu lima tahun saja, perbedaan return yang didapat sangat besar, ya? Jika kita investasi 20 tahun return-nya
Rp.514.417.042,79, sementara investasi 25 tahun bisa memperoleh return
Rp.1.582.186.776,10—alias selisih Rp.1.067.769.733,31!
Dengan rumus ini, kita bisa
menghitung sendiri, deh, sebesar apa investasi yang kita perlukan. Untuk
yang jangka panjang, makin cepat memulai tentu lebih baik. Selamat
berinvestasi!
artikel selengkapnya dapat di baca pada link berikut ini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar