Kasus
1
Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka. Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
Menurut
Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya sedang melakukan penyidikan terhadap
AP yang memeriksa laporan keuangan Great River. Kalau ditemukan unsur pidana
dalam penyidikan itu, maka AP tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. “Kita
sedang proses penyidikan terhadap AP yang bersangkutan. Kalau memang nanti
ditemukan ada unsur pidana, maka dia akan kita laporkan juga Kejaksaan,” ujar
Fuad.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham GRIV itu.
Fuad
juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan.
Akuntan, menurutnya, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam
tugasnya. “Dia bisa dikenakan sanksi berat untuk rekayasa itu,” katanya untuk
menghindari sanksi pajak.Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan publik Johan
Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi dalam mengaudit
laporan keuangan tahunan Great River. Deputy Managing Director Johan Malonda,
Justinus A. Sidharta, menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya
tidak menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau penyimpangan dana
obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan akuntansi yang diterapkan Great
River berbeda dengan ketentuan yang ada. “Kami mengaudit berdasarkan data yang
diberikan klien,” kata Justinus.
Menurut Justinus, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan.
Menurut Justinus, Great River banyak menerima order pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri, nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku, aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan.
Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya, saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan. Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.
Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$ 150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut. “Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-2003,” kata Justinus.
Sebelumnya
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan
kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20
Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil
itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja.
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan dalam penyajian laporan
keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement
penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu
berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang
tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak
mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar
obligasi senilai Rp 400 miliar.
Komisaris
PT Kereta Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di
mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan.
Kasus
2
Komisaris PT Kereta
Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana
seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan.
“Saya tahu bahwa ada sejumlah pos yang sebetulnya harus
dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan tetapi malah dinyatakan masih sebagai
aset perusahaan. Jadi ada trik akuntansi,” kata salah satu Komisaris PT Kereta
Api, Hekinus Manao di Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, hingga kini dirinya tidak mau menandatangani
laporan keuangan itu karena adanya ketidakbenaran dalam laporan keuangan BUMN
perhubungan itu.
“Saya tahu laporan yang diperiksa oleh akuntan publik itu
tidak benar karena saya sedikit banyak mengerti akuntansi, yang mestinya rugi
dibuat laba,” kata penyandang Master of Accountancy, Case Western Reserve
University, Cleveland, Ohio USA tahun 1990.
Akibat tidak ada tanda tangan dari satu komisaris, rapat
umum pemegang saham (RUPS) PT Kereta Api yang seharusnya dilaksanakan sekitar
awal Juli 2006 ini juga harus dipending.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar